Sejarah Desa Landih
Setiap Desa atau daerah pasti memiliki sejarah dan latar belakang tersendiri yang merupakan pencerminan dari karakter dan pencirian khas tertentu dari suatu daerah. Sejarah desa atau sering kali tertuang dalam dongeng-dongeng yang diwariskan secara turun temurun dari orangtua sehingga sulit untuk dibuktikan secara fakta. Tidak jarang dongeng atau cerita tersebut dihubungkan dengan mitos tempat tempat tertentu yang dianggap sebagai cikal bakal dari nama sebuah desa.
Dalam hal sejarah terjadinya desa Landih juga memilki kisah yang merupakan identitas dari desa ini yang akan kami tuangkan dalam kisah-kisah dibawah ini.
"Legenda Desa Landih"
Diceritakan pada zaman dahulu sebelum Landih menjadi sebuah pemukiman penduduk, merupakan hutan yang cukup lebat dan angker. Nah disitulah kemungkinan besar Raja Bangli berpikir tentang wilayahnya yang belum bertuan, maka dengan itu beliau Sang Raja memutuskan untuk mengutus rakyatnya yang ada di Bangli untuk tinggal di hutan untuk menjaganya sebanyak 7 (tujuh) orang. Singkat cerita ke 7 orang yang diutus oleh raja berangkat ke hutan untuk melaksanakan perintah raja. Sampai di hutan ke 7(tujuh) orang yang di utus oleh raja melihat sebuah tanda berupa nyala api yang membara membakar hutan dan ke 7 orang tersebut mengejar kobaran nyala api dimaksud ternyata sesampainya di titik api tidak ada api yang membakar apapun. Sehingga dengan kejadian itu disanalah ke 7 orang tersebut beristirahat untuk memikirkan kejadian yang mereka lihat bersama-sama.Dengan kejadian itu mereka berinisiatif untuk berdoa (ngerestiti) untuk tidak diganggu dengan melakukan semedi (memusatkan pikiran) menancapkan Taru Sakti yang disebut Kayu Dapdap sebagai perlindungan untuk keselamatan dan memutuskan untuk memberi nama tempat itu Alas Mengendih tepatnya di Pura Ulun Suwi Desa Pakraman Landih. Nah di sanalah setiap malam hari mereka berkumpul dan lama kelamaan mereka membuat tempat persembahnyangan yang seadanya untuk dijadikan tempat suci.
Dan selanjutnya Alas Mengendih sering disebut Landih(bekas kobaran api) sehingga lama kelamaan Laddih menjadi Landih sampai sekarang menjadi Desa Landih.
Singkat cerita berselang beberapa tahun kemudian setelah terbentuk perkampungan terserang oleh pasukan Belanda, penduduk kampung sempat melawan dan bertahan dari serangan pasukan Belanda dengan mempergunakan tipu daya membuat sebuah Pinekan(Cakra) dirakit sedemikian rupa menyerupai baling-baling pesawat terbang untuk mengusir pasukan Belanda sehingga terdengar oleh pasukan Belanda bunyi guling-guling. Maksud pasukan Belanda dikira pasukannya mau diguling oleh penduduk kampung.
Dan setelah ditelusuri oleh pasukan Belanda ternyata sebuah baling-baling yang terbuat dari kayu, dan pasukan Belanda tak mau kalah terus menyerang perkampungan mempergunakan senjata yang lebih canggih akhirnya penduduk kampung ada yang mati dan ada yang melarikan diri sehingga Alas Mengendih menjadi sepi tidak ada penduduk yang tinggal.
Setelah situasi tenang kembali Raja Bangli lagi memerintahkan orang untuk menempati perkampungan dengan mengutus orang Bangli berasal dari Tiyingadi untuk menjaga perkampungan di Mengendih. Dan kebetulan orang yang diperintahkan raja orang berasal dari Karangasem Desa Pemutran orangnya tidak disenangi oleh masyarakat Tiyingadi karena senang mencuri dan orangnya cukup sakti itulah yang berkuasa di perkampungan yang sebelumnya pernah ditinggal ke 7 orang utusan raja sebelumnya.
Sesampainya orang yang berasal dari Tiyingadi di perkampungan Mengendih lagi-lagi disambut hangat oleh kobaran api yang bersumber dari tengah hutan dan sakeng kagetnya didekatilah kobaran api tersebut namun sayang sekali kobaran api dimaksud hilang, dan sama seperti kejadian sebelumnya Dia mohon doa kepada penghuni hutan mohon keselamatan dengan memutuskan untuk membuat tempat sembahyang dengan meletakkan Batu Karang ditempat nyala tersebut. Dan Lama kemudian tempat itu diberikan nama Perkampungan Pekarangan dan sampai sekarang diberi nama Pura Puseh Pekarangan.
Selanjutnya datang lagi serangan dari pasukan Raja Panji Sakti Jaya Pangus yang melintas di tengah perkampungan untuk menyerang Raja Klungkung, sehingga penduduk perkampungan pekarangan jatuh bangun berlarian meninggalkan perkampungan ada yang sempat membawa prasasti ke Penida dan Nongan.
Sehingga pecahlah perkampungan yang sudah tersusun rapi sampai sudah mempunyai segala macam benda-benda cagar alam seperti Sarkapagus yang sampai saat ini masih tersusun di Pura Puseh Pekarangan dan ada juga Gamelan(Gong) sempat ditanam di seputaran Pura Pekarangan. Berselang lama kemudian di ajaklah bersatu masyakarat yang masih tinggal dikampung oleh Raja Sri Aji Jaya Pangus untuk menyusun dan menata ulang perkampungan yang telah porak porandakan oleh masyarakat yang ketakutan melarikan diri. Maka selanjutnya dibuat tempat khusus Pemukiman Desa Pakraman Landih dengan membuat Pura Puseh Bale Agung ,Pura Dalem dan Setra (Kuburan) yang sampai saat ini masih menjadi warisan anak cucu kita.